Kesenangan di Balik Kejenuhan
Hidup ini bagaikan rollercoaster of emotions – ada suka,
ada pula duka. Ada kesal, takut, deg-degan, dan juga berbunga-bunga. Aku, sama
seperti teman-teman lainnya, menghabiskan sebagian besar hidupku di sekolah,
atau at least untuk sekolah.
Peristiwa-peristiwa yang mempengaruhi moodku
untuk 1 hari penuh kebanyakan terjadi sekolah. Yang aku maksudkan adalah,
misalnya, aku bertengkar dengan teman di sekolah, sehingga moodku hancur sampai penghujung hari. Itu hanya contoh saja, ya!
Aku tidak pernah benar-benar bertengkar dengan temanku.
Seperti biasanya, yang aku
rasakan saat berada di sekolah adalah jenuh dan lelah. Terkadang aku ingin
mengentikan semuanya dan beristirahat, tetapi waktu berjalan terus dan
kewajibanku sebagai pelajar, ya memang belajar. Memang perasaan itu yang
mendominasi hatiku, tetapi bukan berarti aku selalu merasakan yang sama. Ada
beberapa kejadian yang membuatku bersyukur kepada Tuhan bahwa aku ada disini,
di sekolah, untuk berkesempatan dalam mengalami 3 kejadian ini.
Yang pertama adalah saat
diumumkan bahwa aku adalah anggota BP OSIS periode 2016-2017. Aku senang bukan
main! Aku sudah pesimis sejak LDK di sekolah, karena aku benar-benar tidak
menonjol seperti teman-teman yang lain – aku bukan anak yang terlalu menonjol,
dan hal itu memang tidak bisa dibuat-buat karena aku anak yang cenderung pemalu
di sekitar orang-orang yang baru aku kenal.
Di akhir LDK sebagai salah satu
syarat untuk menjadi anggota OSIS, kak Inez (sekretaris rohani periode
2015-2016) bertanya kepadaku, “menurut lo, siapa yang paling pantas dan yang
paling tidak pantas untuk gue terima di rohani?” Duh, aku paling tidak bisa
menjatuhkan temanku sendiri. Ku sebutlah nama temanku yang lain sebagai orang
yang pantas diterima di rohani, dan….. Aku menyebutkan namaku sendiri sebagai
orang yang tidak pantas diterima di rohani. Sejak detik itu, aku menyesali
jawabanku. Aku terus terngiang akan jawaban bodohku itu, sampai pada akhirnya
aku ikhlas jika aku harus tidak lolos seleksi BP OSIS periode 2016-2017.
Sampai sekarang, aku masih
bersyukur dan akan terus bersyukur. “Sekretaris rohani BP OSIS periode
2016-2017 adalah… Odilia Sefi Anindyanari!” Aku terbengong-bengong, celingak-celinguk, apa aku tidak salah
dengar? Aku yakinkan kepada teman-temanku, ternyata memang benar, Tuhan
memberikanku kesempatan kedua untuk memberikan jawaban dengan bijaksana…. Bahwa
tidak selamanya membela diri sendiri adalah menjatuhkan orang lain. Aku
berjanji bahwa aku akan bekerja dengan baik dan tidak menyusahkan orang lain.
Pengalamanku yang kedua, yaitu
pada hari itu, bulan September tahun 2016, ada peringatan BKSN di sekolah.
Teman-teman mempercayaiku untuk berpartisipasi dalam lomba mazmur. Aku dapat
urutan ke-8. Jujur, sebelum perlombaan dimulai, aku merasa biasa-biasa saja.
Ketika satu per satu peserta menyanyikan mazmurnya masing-masing, aku mulai insecure, kepercaydirianku seakan-akan
menipis, lalu lenyap. “Gila suaranya bagus banget sih!” Seperti itu pikiranku
ketika mereka bergilir bernyanyi, hingga akhirnya datang juga giliranku. Aku
berusaha untuk tenang dan pasrah. Aku percaya akan kuasa Tuhan, dan aku
melakukan ini demi kemuliaan Tuhan. Dan benar saja, ketika diumumkan di aula
Ursula, namaku disebut paling terakhir; aku juara 1! Aku senang bukan main
karena aku tidak mengecewakan teman-temanku, dan berawal dari pengalamanku itu,
aku jadi dipercayai untuk mejadi pemazmur di misa-misa kampus.
Yang terakhir, adalah yang baru
saja terjadi, yaitu Ragadaya. Aku dipercaya untuk menjadi penanggungjawab
keamanan acara Ragadaya. Acara ini adalah acara besar dan SMA Santa Ursula akan
dinilai oleh orang luar dari acara ini, sehingga acara ini harus maksimal. Untuk
menghindari kriminalitas yang tidak diinginkan, aku mempersiapkannya sedemikian
rupa. Banyak hal-hal baru yang belum pernah kulakukan dan mungkin terdengar
seperti hal kecil, tapi yang telah kulakukan itu membuatku semakin percaya
diri. Aku pergi ke Polda Metro Jaya, dan hari itu merupakan kali pertama ku
pergi kesana. Aku hanya berdua bersama temanku Abel, kami menghadap
polisi-polisi meminta izin untuk menyelenggarakan acara Ragadaya. Dan yang
paling kuingat dari 3 hari acara Ragadaya itu adalah ketika aku harus melakukan
clearing di aula SD untuk spot
Marching Brass. Bayangkan saja, tempat sekecil itu yang telah diisi banyak sekali
orang harus setengahnya dikosongkan untuk Marching Brass. Terdengar mudah,
tetapi sulit untuk dilakukan. Aku dan beberapa rekrutan yang berani tegas
merapikan penonton agar untuk sementara waktu meninggalkan aula SD karena
ruangannya sudah tidak cukup. Bahkan aku sampai harus ‘berkompromi’
kecil-kecilan dengan salah satu anak CC karena mereka ingin menonton temannya
terlebih dahulu bervisualisasi, baru mereka akan meninggalkan aula SD. Tugas
ini membuatku keluar dari comfort zone.
Aku dituntut untuk menegur orang-orang yang tidak aku kenal, dan buatku ini
adalah pencapaian besar untukku pribadi.
Sebenarnya, peristiwa
menyenangkan di sekolah itu tidak melulu harus peristiwa-peristiwa besar. Bertemu
dengan teman-teman saja aku sudah cukup senang. Sudah dulu ya!
Komentar
Posting Komentar